Selamat datang.........Ahlan Wa Sahlan..........Welcome....................!!!

Sabtu, 23 April 2011

Potensi Chlorella pyrenoidosa, Spirulina platensis, Dunaliella salina, dan Nannochloropsis sp. yang Dikultur pada Media Teknis sebagai Sumber Bioenergi

Potensi Chlorella pyrenoidosa, Spirulina platensis, Dunaliella salina, dan Nannochloropsis sp. yang Dikultur pada Media Teknis sebagai Sumber Bioenergi

Meka Pratama Jaone

I. PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Mikroalga merupakan tumbuhan air mikroskopik yang mampu bergerak secara pasif. Mikroalga juga merupakan mikroorganisme fotosintetik dengan morfologi sel yang bervariasi, baik bersel tunggal maupun bersel banyak, berukuran kecil dan hidup di perairan. Mikroalga merupakan salah satu komoditi hasil perairan yang memiliki potensi besar untuk bisa dimanfaatkan baik dalam industri pangan, pakan maupun sebagai sumber energi alternatif.
Sebagai sumber energi alternatif, mikroalga dapat dijadikan sebagai sumber bahan baku bioenergi seperti bioetanol dan biodiesel. Bioetanol dihasilkan melalui fermentasi dari tumbuhan atau mikroorganisme yang banyak mengandung polisakarida. Melalui proses enzimatik, acid hidrolysis, impregnasi, autolisis secara mekanik (tekanan, suhu, dan sebagainya), polisakarida dikonversi menjadi gula sederhana seperti glukosa (Efendi 2009).
Sedangkan biodiesel merupakan campuran senyawa asam lemak berupa metil atau alkil ester yang dikonversi dari lemak nabati, lemak hewani, dan minyak nabati yang telah dipakai. Biodiesel dihasilkan melalui ekstraksi dengan pelarut non-polar. Dilanjutkan dengan transesterifikasi, yakni mereaksikan hasil ekstrak yang mengandung trigliserida dengan metanol menjadi asam lemak metil/alkil ester (90%) dan gliserol (10%), dengan bantuan katalis berupa asam atau basa kuat (NaOH atau KOH). Simplifikasi produksi biodiesel adalah: triglycerides + free fatty acids (<4%) + alcohol ----> alkyl esters + glycerin, dengan bantuan katalis (Efendi, 2009).
Mikroalga merupakan salah satu sumber alternatif yang berpotensi dijadikan sebagai sumber bioenergi seperti bioetanol dan biodiesel tergantung kepada sumber senyawa biokimia dominan yang terkandung dalam mikroalga tersebut. Beberapa jenis mikroalga yang diduga berpotensi sebagai sumber bioenergi diantaranya adalah Chlorella pyrenoidosa, Spirulina platensis, Dunaliella salina dan Nannochloropsis sp. Akan tetapi, kandungan senyawa kimia dari suatu mikroorganisme sangat tergantung kepada media yang digunakan selama pertumbuhannya.
Dalam kultur mikroalga, pupuk mutlak diperlukan untuk memenuhi nutrisi yang diperlukan dalam pertumbuhan alga, sehingga pemakaian media pupuk yang tepat merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produksi fitoplankton. Pada kultur-kultur mikroalga dalam skala laboratorium, jenis pupuk yang sering digunakan adalah jenis pupuk seperti Conwy dan Knops yang memiliki nutrisi yang lengkap. Secara ekonomis, pupuk jenis ini memiliki harga yang cukup mahal, sehingga perlu dicari pupuk pengganti yang harganya relatif lebih murah. Pupuk pengganti diharapkan tetap mengandung unsur nutrien yang dibutuhkan mikroalga sehingga akan menghasilkan mikroalga yang berkualitas.
Salah satu alternatif pupuk yang dapat digunakan dalam kultur mikroalga adalah pupuk teknis, yang memiliki beberapa unsur nutrien seperti nitrogen, fosfor, dan sulfur yang dibutuhkan dalam kultur dan harganya lebih murah. Penggunaan pupuk teknis ini diharapkan dapat menjadi alternatif yang baik untuk kultur mikroalga yang dapat menekan biaya produksi.
Kandungan kimia dalam suatu media tumbuh sangat mempengaruhi nilai kandungan kimia mikroalga yang dihasilkan. Menurut Chisty (2007), menyatakan bahwa beberapa spesies mikroalga yang dikultur pada kondisi yang berbeda akan menghasilkan perbedaan kandungan nilai proksimat termasuk karbohidrat dan lemak.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai potensi mikroalga jenis Chlorella pyrenoidosa, Spirulina platensis, Dunaliella salina, dan Nannochloropsis sp. sebagai sumber bioenergi berdasarkan persentase kandungan karbohidrat dan lemaknya yang dikultur menggunaakan media teknis.

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi Chlorella pyrenoidosa, Spirulina platensis, Dunaliella salina dan Nannochloropsis sp. yang dikultur pada media teknis sebagai sumber bioenergi, yakni bioetanol dan biodiesel.

C. Hipotesis

Diduga Chlorella pyrenoidosa dan Dunaliella salina yang dikultur pada media teknis memiliki kandungan karbohidrat yang tertinggi. Sedangkan Nannochloropsis sp. diduga memiliki kandungan lemak yang paling tinggi.

II. PELAKSANAAN PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai dengan selesai yang bertempat di Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan, Laboratorium Mikrobiologi Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, serta Laboratorium Bioproses, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya.
B. Bahan dan Alat

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 1) Starter Chlorella pyrenoidosa, Spirulina platensis, Dunaliella salina dan Nannochloropsis sp., 2) Garam krosok, 3) Pupuk teknis dan 4) Air matang, serta 5) Bahan-bahan analisa (Al(OH)3, Aquadest, HCl 30%, H2SO4 26,5%, Indikator Paati, KI 20%, Larutan Luff Schoorl, Na2CO3 anhidrat, NaOH 45%, Na-thiosulfat 0,1 N dan Pelarut Heksana).
Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1) Galon plastik, 2) Termometer, 3) Neraca Digital, 4) Timbangan, 5) Pipet Volumetrik, 6) Tandon air, 7) Pompa air, 8) Oven, 9) Sentrifuge 10) peralatan analisis seperti soxhlet, alat titrasi dan kondensor.

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan metode eksperimental yang dilakukan dengan beberapa tahapan mulai dari perbanyakan biomassa atau kultivasi, pemanenan, pemekatan atau pengeringan dan analisis kandungan karbohidrat (glukosa dan karbohidrat total non glukosa) serta lemak yang terdapat pada Chlorella pyrenoidosa, Spirulina platensis, Dunaliella salina, dan Nannochloropsis sp.

D. Cara Kerja

Adapun cara kerja yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Persiapan Wadah
Persiapan wadah untuk kultivasi biomassa mikroalga sebagai berikut:
a. Galon plastik dengan volume 19 liter dibersihkan dengan air sabun lalu dibilas hingga bersih selanjutnya disterilkan dengan alkohol.
b. Masing-masing galon diisi dengan pupuk dan air dingin yang sudah direbus sesuai dengan perlakuan yang diinginkan.
2. Persiapan Pupuk Teknis
Pupuk teknis yang digunakan adalah modifikasi media teknis kultur Chlorella pyrenoidosa, Spirulina platensis, Dunaliella salina, dan Nannocholoropsis sp. Komposisi kandungan pupuk teknis untuk keempat mikroalga tersebut berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Alhuda (2010), Septialisa (2010), Efrina (2008) dan Darliyah (2009) disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi kandungan pupuk teknis masing-masing mikroalga (per liternya)

Pupuk Teknis Chlorella pyrenoidosa Spirulina platensis Dunaliella salina Nannochloropsis sp.
Urea 1 gram 0,3 gram 0,01 gram 0,01 gram
TSP 0,33 gram 0,5 gram 0,01 gram 0,01 gram
ZA 0,8 gram 1,32 gram 0,1 gram 0,1 gram
Gandasil-B 0,1 gram - - 0,003 gram
MgSO4 - 0,2 gram - -
CaCl2 - 0,04 gram - -
EDTA - 0,08 gram - -
Soda Kue - 8,5 gram - -
Larutan A5 - 1 ml - -

3. Kultivasi (perbanyakan sel)
Kultivasi biomassa keempat mikroalga untuk persiapan penelitian akan dilakukan dengan empat perlakuan yang berupa keempat jenis mikroalga itu sendiri dan tiga kali ulangan untuk masing-masing mikroalga. Ulangan dilakukan untuk memperkuat data hasil analisa ketika analisa telah dilakukan.
A = Chlorella pyrenoidosa (A1, A2, A3)
B = Spirulina platensis (B1, B2, B3)
C = Dunaliella salina (C1, C2, C3)
D = Nannochloropsis sp. (D1, D2, D3)
Kepadatan awal mikroalga yang digunakan adalah 106 sel/mL. Galon plastik diisi dengan air yang sudah direbus dan didinginkan. Garam krosok dimasukkan ke dalam galon plastik dan dihomogenkan sampai tercapai salinitas 30 ppt untuk Nannochloropsis sp. dan 60 ppt untuk D. salina. Sedangkan untuk C. pyrenoidosa dan Spirulina platensis tidak ditambahkan garam krosok. Pupuk teknis ditambahkan sesuai dengan perlakuan. Starter mikroalga ditambahkan sesuai kepadatan yang diperoleh lalu dihomogenkan. Galon plastik diletakkan di bawah sinar lampu TL 36 watt dan diberi aerasi. Lakukan pengadukan 2 x sehari (setiap pukul 09.00 WIB dan 14.00 WIB).
4. Pemanenan dan Pengeringan
Pemanenan biomassa dilakukan pada saat kepadatan sel mencapai fase stasioner, dengan cara sebagai berikut:
a. Volume galon plastik dikurangi sebanyak ±¾ liter dari total lalu dimasukkan ke tabung reaksi masing-masing sebanyak 10 mL atau 50 mL (tergantung kapasitas sentrifuge), kemudian disentrifuge 1800 rpm selama 10 menit sampai terbentuk endapan dari proses sentrifuge.
b. Selanjutnya endapan dari mikroalga tersebut dimasukkan ke dalam cawan aluminium foil yang telah disiapkan dan telah ditimbang dengan menggunakan neraca analitik.
c. Setelah ditimbang, lalu dioven pada suhu 600C selama 24 jam.
d. Mikroalga yang telah kering ditimbang dan dikurangi dengan berat awal cawan aluminium foil untuk mengetahui bobot kering.
e. Selanjutnya dilakukan penepungan dengan cara penggerusan dengan menggunakan mortar.

E. Parameter Pengamatan

Parameter yang akan diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bobot Kering Mikroalga
Bobot kering masing-masing mikroalga didapat dari hasil pemanenan dan pengeringan yakni dimana hasil endapan mikroalga yang telah dikeringkan ditimbang dan dikurangi dengan berat awal cawan aluminium foil yang sebelumnya telah ditimbang terlebih dahulu sebelum pengeringan dalam kondisi kosong. Hasil pengurangan berat mikroalga kering ditambah cawan dengan berat cawan kosong merupakan bobot kering mikroalga yang dihasilkan.

2. Analisis Kadar Glukosa (Sudarmadji et al., 1976)
Langkah kerja uji kadar glukosa metode luff schoorl menurut Sudarmadji dkk. (1976) bahan padat yang sudah dihaluskan ditimbang sebanyak 2,5-25 g dan dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditambahkan aquades 50 ml. Selanjutnya ditambahkan bubur Al(OH)3 atau larutan Pb-asetat. Penambahan larutan penjernih ini dilakukan tetes demi tetes sampai penetesan dari reagensia tidak menimbulkan pengeruhan lagi. Kemudian ditambahkan aquades sampai tanda dan disaring. Filtrat kemudian ditampung dalam labu takar 200 ml. Untuk menghilangkan kelebihan Pb ditambahkan Na2CO3 anhidrat atau K atau Na-oksalat anhidrat atau Na-fosfat 8% secukupnya, kemudian ditambah aquades sampai tanda, digojog dan disaring. Filtrat bebas Pb bila ditambah K atau Na oksalat atau Na-fosfat atau Na2CO3, tetap jernih.
Kemudian diambil 50 ml filtrat bebas Pb dari larutan dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambah dengan 25 ml aquades dan 10 ml HCl 30%. Selanjutnya larutan dipanaskan di atas penangas air pada suhu 67-700C selama 10 menit. Kemudian didinginkan cepat-cepat sampai suhu 200C. Selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 45%, dan diencerkan sampai volume tertentu sehingga 25 ml larutan mengandung 15-60 mg gula reduksi.
Selanjutnya diambil 25 ml larutan dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer lalu ditambah 25 ml larutan luff schoorl. Dibuat pula percobaan blanko yaitu 25 ml larutan luff schoorl yang ditambah dengan 25 ml aquades. Setelah ditambah beberapa butir batu didih, erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin balik, kemudian dididihkan. Diusahakan agar 2 menit sudah mendidih. Pendidihan larutan dipertahankan selama 10 menit. Kemudian larutan cepat-cepat didinginkan dan ditambahkan 15 ml KI 20% dan dengan hati-hati ditambahkan 25 ml H2SO4 26,5%. Selanjutnya yodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na-thiosulfat 0,1 N memakai indikator pati sebanyak 2-3 ml. Untuk memperjelas perubahan warna pada akhir titrasi sebaiknya pati ditambahkan pada saat titrasi hampir berakhir.
Konsentrasi glukosa ditentukan dengan mengetahui selisih antara titrasi blanko dan titrasi contoh, kadar gula reduksi setelah inversi (setelah dihidrolisa dengan HCl 30%) dalam bahan dapat dicari dengan menggunakan Tabel 5.

Tabel 5. Penetuan Glukosa, Fruktosa, dan Gula Invert dalam Suatu Bahan Pangan dengan Metode Luff Schoorl

Ml 0,1 N Na-thiosulfat Glukosa, fruktosa, gula invert mg C6H12O6

1 2,4 2,4
2 4,8 2,4
3 7,2 2,5
4 9,7 2,5
5 12,2 2,5
6 14,7 2,5
7 17,2 2,6
8 19,8 2,6
9 22,4 2,6
10 25,0 2,6
11 27,6 2,7
12 30,3 2,7
13 33,0 2,7
14 35,7 2,8
15 38,5 2,8
16 41,3 2,9
17 44,2 2,9
18 47,1 2,9
19 50,0 3,0
20 53,0 3,0
21 56,0 3,1
22 59,1 3,1
23 62,2 -
24 - -

3. Analisis Karbohidrat Total Non Glukosa
Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan dengan menggunakan luff school (Baedhowie et al, 1983). Cara kerjanya adalah sampel sebanyak 5g ditambahkan 200 ml HCl 3% dan direfluk dengan pendinginan balik selama 2,5 jam dalam under brooth. Kemudian sampel didinginkan, dinetralkan sampai pH 7 dengan NaOH 40%. Setelah itu, analisa dengan metode luff school, diambil sampel 25ml dan ditambahkan dengan 25ml luff school, dipanaskan selama 10 menit. Dan didinginkan, lalu ditambahkan KI 15% sebanyak 15ml lalu ditambahkan lagi H2SO4 25% sebanyak 25ml. Selanjutnya larutan dititrasi dengan larutan tiosulfat 0,1N dengan indikator amilum 1%. Sampai larutan titrasi berwarna larutan susu, dicatat penggunaan larutan tiosulfat 0,1N. Selanjutnya dilakukan langkah sama dengan larutan blanko.
Adapun perhitungan kadar karbohidrat sebagai berikut:
Ml Na2S2O3 = ml Na2S2O3 (Blanko-sampel) x N. Na2S2O3 x10
]Mg Glukosa = bilangan konversi + (ml Na2S2O3 x Faktor Konversi)
Kadar karbohidrat = x 100%
P = pengenceran sampel : volume yang diambil untuk analisis
4. Analisa Kadar Lemak (AOAC, 1995)
Sampel sebanyak 5 g ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring dan diletakkan pada kertas pada alat ekstraksi soxhlet yang dipasang diatas kondensor serta labu lemak di bawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks minimal selama 6 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 5 jam. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit dan ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung berdasarkan rumus:



DAFTAR PUSTAKA


Alhuda, Y.F. 2010. Kultur Chlorella pyrenoidosa Skala Semi Massal dalam Media Pupuk Teknis, Limbah Lateks, dan Limbah Cair Tahu. Skripsi. Universitas Sriwijaya. Indralaya. (tidak dipublikasikan).

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of Official Analytical Chemist. 16th. AOAC Inc. Arlington. Virginia.

Baedhowie, M., dan S. Pranggonowati. 1983. Petunjuk Praktik Pengawasan Mutu Hasil pertanian. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.

Chisty, Y. 2007. Biodiesel From Microalgae. Biotechnology Advance. Vol. 25, hal. 294-306.

Darliyah. 2009. Pertumbuhan Nannochloropsis sp. dalam Media Kultur Pupuk Teknis yang Dikombinasikan dengan Limbah Tahu dan Limbah Lateks Cair. [sedang dalam proses]. Universitas Sriwijaya. Indralaya.
Effendi, Hefni. 2009. Biofuel dari Microfungi dan Microalga. Gatra. Bogor.

Efrina, D. 2008. Kombinasi Media Pupuk Yashima dan Pupuk Conwy untuk Pertumbuhan Dunaliella salina pada Skala Laboratorium. Skripsi. Universitas Sriwijaya. Indralaya. (tidak dipublikasikan).

Septialisa, D. 2010. Kultur Spirulina platensis Skala Semi Massal dalam Media Pupuk Teknis, Limbah Lateks dan Limbah Cair Tahu. Skripsi. Universitas Sriwijaya. Indralaya. (tidak dipublikasikan).

Sudarmadji S., Suhardi dan Haryono B. 1976. Prosedur Analisa Untuk Bahan Pangan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Info lebih lnjut, send my email

3 komentar:

  1. terima kasih pak Jaone's Pratama atas publikasinya,

    saya adalah seorang mhs tingkat akhir dr Fakultas Teknobiologi UNIKA Atma Jaya yang sangat tertarik untuk meneliti ttg bioenergi, sekarang sayapun sdg melakukan penelitian untuk skripsi saya,

    artikelnya bagus sekali pak Jaone, saya tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang penelitian bapak karena kebetulan biakan saya sama dengan anda, yaitu Chlorella pyrenoidosa, hanya saja tipe kultivasi saya heterotrof~

    saya tertarik untuk mengetahui lebih banyak tentang penelitian bapak, mohon direply ke yusuf_yansen_yonatan@hotmail.com

    BalasHapus
  2. salam kenal bang jaones
    saya rizal wirabuana SiP dari makssar sulsel
    sebenarnya saya dri ilmu politik dan pemerintahan tapi saya bergerak dalam bidang budidaya ikan koi saya tertarik untuk budidaya spirulina sebagai pakan tambahan untuk ikan saya, saya punya sedikit pertanyaan yang mudah2an berkenan untuk membantu dijawab
    1 bisakah spirulina di budidaya di air tawar
    2 bisakah starter dari spirulina powder
    3 komposisi pupuk yang di berikan ada beberapa item yang tdk saya mengerti MgSO4 - 0,2 gram - -
    CaCl2 - 0,04 gram - -
    EDTA - 0,08 gram - -
    tolong pencerahannya!
    terima kasih n sukses berkarya

    BalasHapus
    Balasan
    1. maaf klu mau balas bisa di fb rizal wirabuana atau ghorbyical@yahoo.co.id

      Hapus